
The funny thing with reading things about someone on the internet before you meet someone in person is that you may have a feeling about them before meeting them, but then when you meet them in person they can turn out to be someone completely different that what you may have expected.
When I read about Theo, I was in awe at the prolific breadth and rich concepts he was exploring around body, environment and noise. What kind of artist would stand in the middle of a road for nearly 24 hours, not moving?*
In February, I found myself in Samarinda, over 6,000 miles away from Berlin with T and here we were meeting with this jocular, high energy, smiling , sparkly dude. Theo spoke a million miles a minute, smoking about as many cigarettes and it was clear he was so deeply excited as we were to meet him – all this sandwiched in between utmost generosity in showing us the noisy streets of a city he clearly loved.
One of my favorite moments with Theo was riding motor scooters with him in the warm evening air, stopping to record (pre-recorded) birds chirping from a loudspeaker in a tower by a bridge, smoking cloves.
Theo finally followed up with me a couple months later with an interview and here is what he had to say.
Morgan Sully: Tell me about Samarinda. What is the sound and music culture like there?
Theo Nugraha: Samarinda mempunyai beragam genre maupun kultur sound. Tradisional, pop music hingga underground music. Semua mempunyai wilayah masing-masing. Begitu juga dengan soundscape, kamu bisa mendengar hiruk pikuk Kota Samarinda hingga Suara sungai Mahakam beserta aktivitasnya.
Samarinda mempunyai kultur pertunjukan. Karena dari tahun 1970 atau 1980, pertunjukan teater menjelajahi panggung ke panggung. Jenis teaternya saat itu Mamanda Kemudian berkembang menjadi Sandima (Sandiwara Mamanda)

MS: You’ve been working a lot with sound – like over 200 bandcamp releases! Tell me about this? Are you crazy? 😂 Seriously, what is that process like? Do you curate this? If so, how?
TN: Saya memulai eksperimentasi bunyi dari tahun 2013 hingga sekarang. Mempunyai diskografi hingga 200 dikarena saya aktif bereksperimen dengan berbagai macam formula dan karakteristik suaranya. Saya mempublishnya kebanyakan dengan format split album atau berkorespondesi. Melakukan split album membuat saya mengenal banyak orang dengan berbagai macam praktiknya. Membuat saya belajar dari itu.
Kebanyakan dirilis digital di Bandcamp tapi juga terkadang ada format fisiknya baik kaset, compact disc, disket ataupun DVD. Dari berbagai rilisan diskografi, selain split album juga dengan format kompilasi, single, album, mixtape dan lain-lain
MS: You’ve got a wide range of sounds you use. But also, I know you’ve been working more with the body. Are you moving away from sound? What is your interest in bodies?
TN: Saya sama sekali tidak menjauh dari suara. Suara atau bunyi masih menjadi bagian dari medium saya berkarya.
Ketika mulai belajar performance art di 69 performance club (@69performanceclub). Saya mulai belajar bagaimana relasi tubuh dalam performans. Tubuh itu juga adalah medium dalam performans. Bagaimana eksplorasinya, Kemudian membangun statementnya. Tubuh juga adalah bagian dari sumber bunyi. Tubuh adalah instrument itu sendiri dari berbagai cara kerja dan praktiknya terhadap bunyi.

MS: What is your compositional process like? Where do you get your inspiration? Are there certain themes you find yourself enthralled with now?
TN: Komposisi saya mulai dari konstruksi Kemudian bereksperimentasi dari situ. Saya mau memulai membuat karakteristik suara apa? Itu dulu saya mulai. Kemudian baru membuat komposisi nya dan membaca hal apa yang dibingkai dari komposisi bunyi ini.
Inspirasi dimulai ketika saya baru mendengar atau mencoba karakteristik dan warna suara yang ingin saya komposisi. Saya mulai mencatat apa hasil bacaan atau coretan selama pembuatan bunyi tersebut. Berdiskusi juga penting. Dari diskusi tersebut kita bisa melihat sejauh mana karya ini bisa dibaca dan dipertanggung jawabkan.
MS: What are your next projects?
TN: Ada video dan film terutama dalam waktu dekat ini yang mau saya buat. Beberapa komposisi suara juga. Saya baru saja selesai berpameran bersama kawan-kawan milisifilem (@milisifilem). Pameran dengan judul Montage Found Object.
MS: Who should we interview next? What would you like to learn?
TN: Mungkin perspektif dari Gema Swaratyagita, Nursalim Yadi Anugerah Dan, Taufik Rahman .
Bisa juga Jeritan (Fattur), Laras musik, Riar Rizaldi dan lain-lain.
*Theo later corected me saying he in did indeed take some time for breaks and walks in between, but stayed in the middle of the road for most of the 24 hours.
Be sure to check out Theo’s many outputs here:
play.visualjalanan.org / extended.asia / muarasuara.id / theonugraha.bandcamp.com / gelombangaudiozine.bandcamp.com / @theonugraha